Dimana Desa Seperti ini?


DI MANA DESA SEPERTI INI BERADA?

Siang itu kepala desa bersama seluruh jajarannya bermusyawarah. Pasalnya, jembatan yang terbentang di tengah sungai hancur diterjang banjir bandang. Tanpa jembatan, warga tak bisa menjalankan aktivitas mereka.

Setelah menghitung biaya pembuatan jembatan baru, dibagi rata dengan jumlah warga di desa, akhirnya diputuskan dalam rapat tersebut setiap kepala keluarga wajib menyumbang seratus ribu rupiah untuk membangun kembali jembatan yang runtuh.

Malam harinya, sang kepala desa berkeliling membagikan sebuah amplop kosong kepada masing-masing kepala keluarga. Kiranya esok pagi, amplop-amplop tersebut dikembalikan ke balai desa dan tentu saja sudah berisi uang seratus ribu rupiah di dalamnya.

Tak disangka seorang warga berpikir picik, "Kalau aku tak mengisi uang ke dalam amplop ini, tak akan ada yang tahu. Sebab semua amplop tak diberi nama. Lagipula satu amplop kosong tak akan mempengaruhi perolehan uang yang didapat. Jembatan akan tetap dibangun dari sumbangan warga yang lain."

Dus, esok harinya seluruh warga berduyun-duyun mengumpulkan amplop tersebut. Sang kepala desa mulai membukanya satu persatu. Betapa mengejutkan apa yang ia saksikan, karena seluruh amplop dalam keadaan kosong!

Rupanya semua kepala keluarga memiliki pikiran yang sama dengan apa yang dipikirkan si picik yang satu itu. Inilah akhir dari kisah jembatan yang tidak pernah dibangun kembali tersebut.

Tahukah saudara di mana desa tersebut berada? Maaf, mungkin terdengar menyakitkan. Desa itu berada di dalam diri kita masing-masing.

Ingatkah kita, pada suatu hari kita merasa ada hal penting yang harus kita perbaiki. Sesuatu yang sebenarnya bisa mengubah aktivitas kita menjadi lebih berarti.

Kemudian kita putuskan bahwa perbaikan diri ini akan dimulai pada hari demi hari yang telah kita rencanakan.

Tetapi. Ketika harinya tiba, kita mulai berpikir picik. Satu hari kosong tidak akan berpengaruh. Masih banyak hari yang lain. Begitulah yang terjadi kemarin, hari ini, besok, dan seterusnya tetiba betapa mengejutkan apa yang kita saksikan, karena seluruh hari dalam keadaan kosong!

Rupanya setiap hari kita selalu memiliki pikiran yang sama dengan kemarin. Inilah akhir dari kisah runtuhnya cita-cita yang tidak pernah dibangun kembali tersebut.

Kecuali. Jika kita sanggup menang terhadap diri sendiri, untuk tidak membiarkan satu amplop pun dalam keadaan kosong.